Empat Nilai Kemajuan Rumah Sakit Muhammadiyah
KRAMAT49 NEWS, YOGYAKARTA – Rumah Sakit Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah menghadapi tantangan baru dunia kesehatan dan perkembangan kehidupan, baik dalam level bangsa secara nasional, maupun di tingkat global. Diperlukan cara pandang atau paradigma baru untuk membangun dunia kesehatan melalui rumah sakit secara kelembagaan yang meniscayakan saling berkaitan dengan berbagai sektor dan memiliki orientasi berkelanjutan.
Demikian disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr KH Haedar Nashir, MSi ketika memberikan amanat dalam pelantikan Direksi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan RS PKU Muhammadiyah Gamping masa bakti 2021 – 2025. Pelantikan berlangsung di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Jum’at (17/12/2021).
Untuk para Direktur dan hospitalita RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan RS PKU Muhammadiyah Gamping, Prof Haedar Nashir mendorong manajemen dan kepemimpinan strategis yang bersifat transformasional. Diantaranya harus ada pengembangan sumberdaya manusia (SDM) agar dapat menjadi lembaga kesehatan yang inovatif.
Pentingnya SDM harus ada perbaikan, penyempurnaan, pengembangan, dan peningkatan, bahkan akselerasi. “Dengan kekuatan sumberdaya manusia insyaAllah kita bukan hanya bisa berdaya saing, melainkan bisa menghasilkan alternatif-alternatif dari dunia kesehatan sehingga kita bisa bergerak menjadi lembaga kesehatan yang inovatif,” ungkap Haedar Nashir.
Dalam rangka mencetak sumberdaya manusia yang unggul dan berdaya saing tinggi diperlukan kepemimpinan yang transformasional. “Jadi ini saling jalin berkelindan,” tambahnya.
Kepemimpinan transformasional dibangun dari tiga aspek, yaitu kemampuan memobilisasi potensi, kemampuan memproyeksikan masa depan, dan mau terus belajar untuk terus berusaha memperbaiki diri sekaligus mengkolektifkan sistem.
Untuk meraih kemajuan, Haedar Nashir mengajak untuk berpijak kepada identitas yang telah melekat dari Persyarikatan. Sebagaimana Disertasi Dr Siti Noordjannah Djohantini bahwa perubahan harus berdasar pada identitas yang dimiki oleh kelompok atau masyarakat itu sendiri. Hal ini kemudian disebut dengan ‘Organizational Identity’ yang sebenarnya telah dimiliki Muhammadiyah sejak awal.
Dalam teori Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah tersebut, RS PKU Muhammadiyah harus berdasarkan pada religious identity (identitas keagamaan) yang terdapat 4 (empat) faktor membedakannya dengan lembaga lain. Pertama, RS Muhammadiyah memiliki jiwa Al-Ma’un yang pro kaum dhuafa. Hadir bagi setiap lapisan masyarakat yang membutuhkan. Ini bukan hal yang baru bagi Muhammadiyah. “Mereka yang dhufa – mustadzafin harus dilayani,” tutur Prof Haedar Nashir.
Kedua, nilai kemajuan. Kiai Ahmad Dahlan dan Kiai Sudja ketika mendirikan PKU Muhammadiyah pada zaman Belanda yang diantaranya disebut dengan Penolong Kesengsaraan Omeoem (PKO) dalam wujud Hospital (Rumah Sakit), Armeinhuis (Rumah Miskin), dan Weeshuis (Rumah Yatim), serta Poliklinik Muhammadiyah sebagai embrio Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta berorientasi masa depan. Semua didirikan untuk membawa kemajuan dan pemberdayaan yang terus melekat hingga saat ini.
Ketiga, nilai welas asih. Yaitu menanamkan cinta kasih di lingkungan rumah sakit. Orang yang berpunya memiliki kepedulian kepada yang tidak berpunya, begitu juga yang tidak berpunya ada rasa saling menghormati. Ada kepedulian antar dokter dengan pasien, perawat dan segenap warga rumah sakit untuk memberikan dorongan dan kasih sayang.
Keempat, nilai inklusif. Yaitu nilai pelayanan untuk semua. Dalam Suara Muhammadiyah tahun 1929, disebutkan bahwa Muhammadiyah mendirikan Rumah Sakit, Poliklinik, dan sebagainya adalah untuk semua tanpa membedakan siapa, apa agamanya, latar belakang, maupun dari golongan mana pun. Muhammadiyah mempelopori gerakan inklusi yang hadir untuk semua tanpa membedakan suku, ras, dan golongan.
Haedar Nashir berharap, dalam menunaikan amanah dapat dijalani secara bersama-sama dengan gembira dan optimis. “Mudah-mudahan kita bisa menjadi suluh pembawa nilai-nilai utama dalam kehidupan lewat RS PKU Muhammadiyah dan lembaga-lembaga pelayanan RS Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah,” tandasnya. (riz)