
Hukum Berkurban Dengan Cara Patungan
Kramat49, Semakin mendekati bulan Dzulhijah, umat Islam di seluruh dunia melaksanakan ibadah kurban pada hari raya Idul Adha. Namun, terdapat pemandangan lazim yang terjadi yakni: berkurban secara kolektif.
Dilansir dari muhammadiyah.or.id., Dalam kitab-kitab fikih, ketentuan kurban kolektif telah dijelaskan dengan rinci. Satu ekor kambing hanya boleh dikurbankan untuk satu orang, satu ekor sapi atau kerbau untuk maksimal tujuh orang, dan satu ekor unta untuk maksimal sepuluh orang.
Ketentuan ini merujuk pada beberapa hadis sahih, di antaranya: Hadis Jabir tentang kurban Aisyah: “Dari Jabir, ia berkata: Rasulullah saw menyembelih seekor sapi untuk Aisyah pada hari nahar.” (H.R. Muslim No. 356).
Kemudian, Hadis Ibnu Abbas tentang kurban kolektif: “Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Kami bersama Rasulullah saw dalam perjalanan, lalu datang hari raya Adha, kami berpatungan menyembelih sapi untuk tujuh orang dan unta untuk sepuluh orang.” (H.R. at-Tirmidzi No. 1501).
Hadis-hadis ini menegaskan, batasan jumlah peserta dalam kurban kolektif. Satu ekor sapi, misalnya, dibatasi untuk tujuh orang dengan syarat hewan yang dikurbankan memenuhi standar syariat, seperti sehat, cukup umur, dan tidak cacat. Ketentuan ini menjadi pedoman utama dalam praktik kurban kolektif.
Pertanyaan lain yang sering muncul adalah praktik kurban atas nama keluarga atau umat secara luas, sebagaimana dicontohkan Rasulullah Saw.
Dalam beberapa hadis, Rasulullah saw disebutkan berkurban tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk keluarga dan umatnya: Hadis Aisyah tentang kurban Rasulullah: “Dari Aisyah, Rasulullah saw menyembelih domba dan berdoa: “Dengan nama Allah, ya Allah, terimalah ini dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad”.” (H.R. Muslim No. 1967).
Berikutnya, Hadis Jabir bin Abdullah: “Dari Jabir, Rasulullah saw menyembelih domba dan berucap: “Bismillah, Allahu Akbar, ini dariku dan dari umatku yang tidak berkurban” (H.R. Abu Dawud No. 2413).
Hadis Abu Ayyub al-Anshari: “Dari Abu Ayyub, seseorang berkurban dengan seekor domba atas nama dirinya dan keluarganya, lalu mereka makan dan membagikannya.” (H.R. at-Tirmidzi No. 1141).
Hadis-hadis tersebut menunjukan, Rasulullah saw dan para sahabat memiliki kebiasaan berkurban atas nama keluarga, bahkan umat secara luas.
Menurut kamus Lisan al-‘Arab, lafalāl dapat merujuk pada keluarga dekat (istri dan anak) atau pengikut secara umum. Sementara ummat dalam hadis merujuk pada pengikut Nabi Muhammad saw, khususnya mereka yang belum mampu berkurban.
Dengan demikian, kurban Rasulullah saw mencakup niat untuk keluarga dekatnya, namun pahalanya diharapkan mengalir kepada umat yang tidak mampu berkurban.
Praktik kurban kolektif dengan lebih dari tujuh orang untuk satu ekor sapi sering dilakukan di masyarakat. Menurut ketentuan syariat, batasan tujuh orang untuk satu ekor sapi bersifat definitif berdasarkan hadis Ibnu Abbas di atas.
Jika lebih dari tujuh orang berpatungan, akad kurban menjadi tidak sah kecuali ada pengecualian tertentu.
Baca Juga: Jelang Hari Raya Idul Adha, PCM Kramat Targetkan Sembelih 22 Ekor Hewan Kurban
Salah satu pandangan yang muncul dalam sidang fatwa adalah bolehnya kurban sapi untuk lebih dari tujuh orang jika sapi tersebut berukuran besar dan harganya jauh di atas rata-rata. Pandangan ini merujuk pada hadis tentang unta jenis jazur (unta besar) yang boleh untuk sepuluh orang, bukan unta biasa (ba’ir).
Namun, pandangan ini belum mencapai konsensus di kalangan ulama dan masih memerlukan pembahasan lebih lanjut.
Sebagai solusi sementara, jika peserta lebih dari tujuh orang, kelebihan peserta dapat bergabung dengan kelompok lain, seperti jamaah masjid atau tetangga. Alternatif lain, setiap individu dapat berkurban dengan seekor kambing, yang lebih sederhana dan sesuai syariat.
Praktik patungan kurban dalam jumlah besar, seperti ratusan orang, sering kali tidak memenuhi syarat sebagai kurban syar’i. Dalam kasus ini, akad kurban harus jelas terkait sahibul kurbannya.
Jika akad tidak definitif, misalnya hanya berupa iuran tanpa menentukan peserta kurban secara spesifik, maka ibadah tersebut tidak dianggap kurban, melainkan sedekah biasa. Solusi agar tetap menjadi kurban adalah dengan menentukan sahibul kurban secara bergilir di antara peserta iuran atau menghibahkan iuran kepada satu orang yang ditunjuk sebagai sahibul kurban.
Kurban kolektif diperbolehkan dengan batasan satu ekor kambing untuk satu orang, sapi untuk maksimal tujuh orang, dan unta untuk maksimal sepuluh orang, sebagaimana ditunjukkan dalam hadis-hadis sahih. Praktik kurban atas nama keluarga atau umat tetapi tidak mengubah ketentuan jumlah peserta.
Bagi masyarakat yang ingin melaksanakan kurban kolektif, penting untuk memastikan akad yang jelas dan sesuai syariat. Jika akad tidak memenuhi syarat kurban, maka praktik tersebut lebih tepat dikategorikan sebagai sedekah.(*)