Setiap manusia dalam kehidupannya tidak akan pernah lepas dari dosa. Namun manusia yang terbaik bukanlah manusia yang tidak pernah melakukan dosa sama sekali, tetapi manusia yang terbaik adalah ketika dia tahu telah berbuat dosa dia segera bertaubat.
Secara bahasa taubat berasal dari kata تَــابَ- يَـتُـوبُ yang berarti rujuk kembali, atau kembali dari jalan yang jauh ke jalan yang lebih dekat kepada Allah. Dalam Ensiklopedia Ibnu Qayyim dijelaskan Inabah atau taubat adalah kembali kepada Allah dan tertujunya segala faktor yang mempengaruhi hati kepadan-Nya. Ia mencakup rasa cinta dan takut.
Para ulama sepakat hukum bertaubat ini adalah wajib. Wajibnya taubat ini didasarkan firman Allah :
….وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ .
Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.(Qs. An -Nur :31)
Begitu juga disebutkan dalam surat at-Tahrim ayat 8 juga disebut :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا تُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ تَوْبَةً نَّصُوْحًاۗ عَسٰى رَبُّكُمْ اَنْ يُّكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۙ …….
Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai..(Qs. At-Tahrim : 8)
Dalam kitab Riyadhus Shalihin disebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa Rasulullah senantiasa memohon ampun kepada Allah dan betaubat kepadanya dalam sehari sebanyak tujuh puluh kali. Dari Abu Hurairah r.a, dia berkata : “saya mendengar Rasulullah SAW bersabdah :” Demi Allah, sesungguhnya aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali. (H.R Bukhari)
Sedangkan dalam riwayat Muslim menyebutkan bahwa Rasulullah bertaubat dan memohon ampun kepada Allah lebih dari seratus kali. Dari Al-Aqhar Ibnu Yasar Al-Muzani ra, dia berkata :” saya mendengar Rasullah bersabdah : “ Hai Manusia taubatlah kepada Allah dan memohon ampunlah kepada-Nya, karena sesungguhnya aku bertaubat (kepada Allah ) dalam satu hari sebanyak seratus kali (H.R.Muslim).
Dalam kitab Minhajul Abidin Imam Al-Ghazali menuliskan diwajibkan manusia untuk selalu bertaubat disebabkan karena dua hal. Pertama, supaya bisa menghasilkan taufik (untuk) ibadah. Sebab, dosa itu bisa menghalangi untuk mengerjakan ibadah dan mengakibatkan hilangnya tauhid. Belenggu dosa dapat merintangi dari kegesitan berkhitmat kepada Allah.
dari kemudahan mengerjakan kebaikan dan dari giat dalam ibadah.
Terus-terusan mengerjakan dosa membuat hati hitam, kelam, dan keras. Tidak lagi ada kebersihan dan kebeningannya. Juga, tidak akan merasa lega dan manis dalam mengerjakan ibadah. Jika Allah tidak memberikan rahmat, hati seperti ini akan maka menarik pemiliknya ke dalam kekufuran dan kecelakaan.
Kedua, supaya ibadah dapat diterima Allah. Sebab, kedudukan tobat merupakan pokok dan dasar diterimanya ibadah. Kedudukan ibadah seolah-olah merupakan tambahan. Seperti seorang pemberi utang yang tidak akan mau menerima tambahan jika pokoknya tidak dipenuhi.
Upaya dan Batas Waktu Diterimanya Taubat
Imam Al-Ghazali mengatakan agar taubat dapat di terima Allah, seseorang mesti mengupayakan empat syarat yaitu : pertama, meninggalkan perbuatan dosa dengan dibarengi tekad hati yang kuat bahwa yang bersangkutan tidak akan mengulang dosa tersebut. Adapun jika seseorang meninggalkan satu perbuatan dosa, tetapi dalam hatinya masih terlintas bahwa mungkin saja suatu waktu dia akan mengerjakannya lagi, atau hatinya masih maju-mundur dalam penghentian dosa tersebut maka dia tidak dapat dikatakan bertobat. Dia hanya dapat dikatakan sebagai orang yang meninggalkan dosa, tetapi bukan orang yang bertobat.
Kedua, Menghentikan dan meninggalkan semua dosa yang telah dia lakukan (pada masa lalu) sebelum dia tobat. Ada pun jika seseorang meninggalkan dosa yang tidak pernah dia lakukan, dia dinamakan sebagai orang yang menjaga diri, bukan orang yang bertobat.
Ketiga, dosa yang ditinggalkannya (sekarang) harus sepadan dengan dosa yang pernah dilakukannya. Sepadan bukan dari sisi bentuk dosa, tetapi dari sisi tingkatan dosa. Misalnya, seorang kakek renta dulunya tukang zina dan tukang merampok. Karena usia tua, dia sudah tidak bisa lagi melakukan dua perbuatan dosa itu. Sang kakek tidak dapat dikatakan “bertobat dari (dalam arti menahan diri dan meninggalkan) dua perbuatan dosa itu”, toh dia sudah tidak mampu lagi mengerjakannya. Maka, tobat yang tepat bagi si kakek ini adalah meninggalkan dosadosa yang sepadan dengan dua dosa tersebut, yang masih bisa dia lakukan. Misalnya, berdusta, menggunjing orang lain, menuduh orang lain berbuat zina tanpa ada saksi, mengadu domba, dan sebagainya. Dengan meninggalkan semua dosa yang sepadan ini, si kakek dapat bertobat dari perbuatan zina dan merampok yang dulu dilakukannya (meski sekarang dalam keadaan tidak mampu lagi mengerjakannya).
Keempat, meninggalkan dosa harus karena mengagungkan Allah Swt. Bukan karena takut yang lain, tetapi hanya takut dimurkai Allah Swt., takut pada hukuman-Nya yang pedih. Semata dengan niat seperti ini, tanpa dicampuri hal-hal lain. Tidak boleh ada maksud keduniaan. Artinya, bukan karena takut orang lain dan bukan juga karena takut dipenjara. Kalau tobat karena takut dipenjara, berarti tobat terhadap penjara, bukan tobat terhadap Allah. Jadi, tobat itu harus karena takut kepada murka Allah, bukan karena takut dipenjara. Atau, bukan karena tidak punya uang. Kalau tobatnya karena dia tak punya uang, dia masih bisa saja melakukannya ketika punya uang.
Allah senantiasa membukan pintu ampunan taubat kepada hampa baik siang maupun malamn. Namun taubat juga mempunyai batas waktunya yaitu sebelum matahari terbit di sebelah bara (kiamat) dan sebelum roh sampai pada kerongkongan.
Sabda Rasulullah :” Sesungguhnya Allah ta’la membuka tanggan-Nya dimalam hari agar bertaubat pelaku dosa disiang hari, dan membuka tanggan-Nya disiang hari agar bertaubat pelaku dosa dimalam hari sampai matahari terbit ditempat terbanamnya. (HR. Muslim)
Dalam hadist hasan yang diriwayatkan oleh Imam Tarmidzi dari Abdurrahmat ibnu Umar bin Khatab r.a. Rasulullah bersabdah: sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hambanya selama ruhnya belum sampai ketenggorokan.
Oleh sebab itu sebelum masa itu datang marilah senantiasa untuk mengintropeksi diri dari dosa yang telah dikerjakan, serta memanfaatkan waktu untuk untuk memohon ampun dan bertaubat kepada Allah.
sumber SM