
Suatu ketika Rasulullah SAW bersabda, “Apa yang aku larang untuk kalian, maka tinggalkanlah, dan apa yang aku perintahkan kepada kalian, maka laksanakan sesuai dengan kemampuan kalian. Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan dan perselisihan terhadap para nabi mereka.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakr RA).
Apa yang dapat kita tangkap dari hadis ini?
Semua pasti sepakat bahwa hadis ini sangat luar biasa. Redaksinya begitu singkat, tapi padat maknanya dan amat luas konsekuensinya.
Tak salah pula bila kita mengatakan bahwa hadis ini adalah poros dalam Islam. Didalamnya dua cakupan Islam, yaitu perintah — untuk menaati Allah dan Rasul-Nya — dan larangan, yaitu untuk menjauhi apa yang dilarang Allah dan Rasul-Nya.
Imam Nawawi berkata, “Hadis ini merupakan dasar-dasar Islam yang sangat penting”.
Ibnu Hajar Al-Haitami pun memberikan komentar, “Hadis ini adalah hadis yang sangat agung karena merupakan dasar agama dan bagian rukun Islam. Karena itu, sebagai seorang Muslim hadis ini patut kita hafalkan, kita perhatikan, dan kita maknai kandungannya”.
Di samping dua komentar tersebut, masih ada komentar dari para ulama yang mengungkapkan betapa agungnya hadis ini.
Dari hadis ini kita melihat salah satu keistimewaan Rasulullah SAW yaitu mampu berbicara singkat tapi padat makna. Tentang hal ini Rasul bersabda, “Aku diberi oleh Allah kemampuan untuk mengungkapkan sesuatu dengan kata-kata yang singkat, ringkas, namun isinya padat.”
Aku diberi oleh Allah kemampuan untuk mengungkapkan sesuatu dengan kata-kata yang singkat, ringkas, namun isinya padat.
Hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakr tersebut adalah satu dari banyak hadis (perkataan) Rasulullah SAW dengan redaksi yang singkat, padat, dan dalam maknanya.
Sekadar menguatkan, ada satu hadis lain yang menunjukkan kehebatan komunikasi Rasulullah SAW. Beliau bersabda, “Seperti apa keberadaan kalian, seperti itulah kalian diserahi kekuasaan.”
Menurut Said Hawwa dalam bukunya Ar-Rasul: Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, hadis ini mencakup kaidah inti dari politik suatu bangsa. Di dalam kalimat pendek ini terkandung beberapa kaidah penting dalam ilmu politik.
Pertama, suatu bangsa bertanggung jawab terhadap keadaan pemerintahannya. Kedua, moral suatu bangsa lebih penting daripada peraturan dan bentuk pemerintahan negara.
Ketiga, kekuasaan adalah pengikut dan bukan asal. Keempat, menurut ilmu politik modern sumber kekuasaan ada di tangan rakyat.
Kelima, hadis ini mengandung kaidah bahwa suatu bangsa berhak mendapatkan penguasa yang mereka dapat bersabar terhadapnya, meski bukan penguasa yang baik. Subhanallah!
Prof Abbas Mahmoud Al-Akkad, guru besar dan sastrawan terkemuka abad ke-20 asal Mesir, memberikan komentar tentang keistimewaan Rasulullah SAW ini.
Ia mengatakan, “Contoh-contoh hadis seperti itu dalam dasar-dasar politik, moral, ekonomi, dan sosial sangat banyak dan sulit dihitung jumlahnya. Muhammad SAW adalah orang yang fasih bahasanya, fasih lisannya, dan fasih penyampaiannya. Ia sangat pandai mengungkapkan perkataan dalam kalimat yang indah, penuh makna lagi berbobot, bahasanya ringkas penuh makna, dan keindahan bahasanya mencapai puncak kemuliaan. Pada lisan dan hatinya terdapat tanda-tanda kerasulan, bahkan beliau adalah teladan para rasul”.
Rahasia komunikasi Rasulullah SAW
Mengapa Rasulullah SAW mampu menjadi seorang komunikator yang baik? Ada tiga rahasia kesuksesan komunikasi beliau.
Pertama, adanya kefasihan dan bicara (fashahah) yang bersumber dari kecerdasan beliau sebagai utusan Allah (fathanah).
Setiap Rasul, dalam menyampaikan ajarannya, harus menghadapi perdebatan dengan orang-orang yang menentangnya, harus menjawab pertanyaan para pengikutnya yang beraneka ragam, atau menghadapi pemikiran dan pelecehan para penyebar keragu-raguan.
Karena itu, kecerdasan, kekuatan argumen, serta kefasihan berbicara setiap Rasul harus melebihi siapa pun dari kaum yang didatanginya. Kalau tidak memiliki kualitas seperti ini, semua yang disampaikannya walaupun benar akan mudah dipatahkan dan diingkari.
Rasulullah SAW diutus pada suatu kaum yang sangat mengagungkan kehebatan merangkai kata. Rasulullah SAW pun diutus tidak pada satu golongan manusia. Beliau diutus pada suatu kaum yang memiliki latar belakang ilmu, status sosial, dan spesialisasi yang berbeda-beda.
Di antara mereka ada tokoh agama, ahli politik, ahli ekonomi, ahli hikmah, pedagang, peternak, orang kaya, fakir miskin, budak belian, dan lainnya. Semuanya harus diberi argumen agar bisa menerima Islam.
Jika Rasulullah SAW bukan manusia paling cerdas, paling luas wawasannya, dan paling jelas juga paling fasih bicaranya, tidak mungkin beliau bisa melakukan semua itu.
Allah SWT menegaskan hal ini dalam QS an-Nisaa’ [4] ayat 165, “(Mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-Rasul itu. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”

Kedua, karena bayan atau ajaran yang Beliau sampaikan mengandung kebenaran mutlak. Secerdas apa pun orang dan sefasih apa pun ia berbicara, tidak akan bernilai dan tahan lama bila yang diungkapkannya tidak mengandung kebenaran.
Salah satu kesuksesan dakwah Rasulullah SAW adalah kesempurnaan ajaran yang dibawanya. Ajaran yang tidak benar (tidak sempurna), argumennya tidak akan jelas, lemah, dan selalu mentah.
Ajaran yang dibawa Rasul sangat sempurna dan “multimanfaat”. Ia bisa diterima semua kalangan, masuk akal, menenangkan, dan tidak dibuat-buat.
Banyak cerdik pandai yang mencari-cari kelemahan ajaran Rasulullah SAW, dan sebanyak itu pula mereka gagal menemukannya.
Semua kata-kata Rasulullah SAW keluar dari hati yang bersih (qalbun saliim)
Ketiga, semua kata-kata Rasulullah SAW keluar dari hati yang bersih (qalbun saliim); hati yang penuh kasih sayang, hati yang damai, dan bersih dari kotoran dosa. Tak heran bila kata-kata beliau memiliki “ruh” yang bisa melembutkan hati sekeras batu.
Kepintaran, kefasihan bicara, dan kebenaran ajaran, hanya akan menyentuh aspek akal. Hati hanya bisa disentuh dengan kata-kata yang keluar dari hati yang bersih pula.
“Bersihkan dengan segala apa yang kamu bisa, karena Allah telah mendirikan Islam ini di atas kebersihan, dan tidak akan masuk surga melainkan orang-orang yang bersih,” demikian Rasulullah SAW yang mulia berpesan kepada kita. Wallahu a’lam bish-shawab.
Disadur dari Harian Republika Edisi 23 September 2005