Perbedaan Uang Elektronik Syariah dan Konvensional
Uang elektronik syariah adalah produk yang mendapatkan izin dari otoritas dan DSN MUI
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamualaikum wr wb.
Mohon ustaz jelaskan perbedaan uang elektronik konvensional dan syariah. Sebenarnya, apa saja yang membedakannya? Saya sebagai konsumen belum menemukan perbedaan saat saya belanja menggunakan uang elektronik syariah reguler. Terima kasih. — Aufa, Surabaya
Waalaikumussalam wr wb.
Ringkasnya, yang dimaksud uang elektronik syariah adalah produk yang mendapatkan izin dari otoritas dan DSN MUI sebagai uang elektronik yang dikelola sesuai syariah dan perundang-undangan. Sedangkan, uang elektronik reguler atau konvensional adalah uang elektronik yang tidak mendapatkan izin dari otoritas dan DSN MUI sebagai uang elektronik yang dikelola secara syariah. Detail perbedaan tersebut bisa dijelaskan dalam poin-poin berikut ini.
Pertama, bank penampungan adalah bank syariah. Maksudnya, rekening yang digunakan oleh penerbit uang elektronik syariah adalah rekening bank syariah sebagai rekening penampung dana-dana pengguna atau konsumen uang elektronik. Sedangkan, uang elektronik konvensional tidak mempertimbangkan penempatan dana pengguna yang dihimpun di bank syariah atau di bank konvensional.
Kedua, tersertifikasi halal oleh otoritas dan DSN MUI. Uang elektronik konvensional tidak ada sertifikat halal oleh otoritas dan DSN MUI. Ketiga, promosi diberikan sesuai dengan prinsip syariah tanpa riba. Sedangkan uang elektronik konvensional tidak mempertimbangkan aspek syariah dan tidak ada yang mengawasi aspek syariahnya.
Berikut adalah beberapa keterangan atau penjelasan yang penulis kutip dari platform uang elektronik yang telah mendapatkan izin operasional dari otoritas dengan penjelasan penulis agar lebih ringan untuk dipahami dan runut pembahasannya.
Dalam uang elektronik syariah, cashback atau diskon (jika ada) diberikan tanpa diperjanjikan. Jika cashback tersebut diberikan oleh penerbit uang elektronik, (karena penerbit uang elektronik berposisi sebagai debitur dan pengguna sebagai kreditur dan skemanya kredit) maka tidak boleh ada cashback atau diskon maupun promo lainnya yang diperjanjikan.
Akan tetapi, saat ada cashback atau diskon dan promo lainnya diberikan oleh merchant, boleh diberikan walaupun diperjanjikan.
Di antara perbedaan promo syariah dan promo konvensional, yakni (a) uang elektronik syariah menjelaskan skema promo kepada konsumen secara jelas. Akad, alur, dan prosesnya jelas (dapat berupa akad hibah/hadiah, jualah, atau ijarah). Sedangkan, promo konvensional tidak jelas akad yang digunakan.
(b) Pada uang elektronik syariah, promo saldo menggunakan bentuk nominal bukan persentase. Sedangkan, konvensional menggunakan bentuk rate atau presentase sehingga berpotensi menimbulkan gharar (ketidakpastian) dan sewenang-wenang atau terlalu berlebihan terhadap suatu promo.
(c) Sumber dana hadiah promo syariah tidak berasal dari saldo konsumen, tetapi anggaran promosi penerbit uang elektronik syariah dan/atau dari merchant. Sedangkan, konvensional tidak dijelaskan asal cashback-nya atau sumber dananya.
Keempat, akad transaksi pada layanan uang elektronik syariah. Uang elektronik syariah memberlakukan beberapa skema perjanjian atau akad, yaitu (a) penerbit uang elektronik syariah dan pengguna dalam melakukan top-up menggunakan akad Qardh (pinjaman).
(b) Ketika user melakukan top-up di mitra penerbit uang elektronik syariah menggunakan akad Wakalah bil Ujrah (mitra sebagai wakil dari layanan syariah sebagai jasa penyedia layanan top-up).
(c) Antara merchant dan user menggunakan akad Bai’ (jual-beli) dan ljarah (jasa). (d) Ketika mitra menyetor deposit kepada penerbit uang elektronik syariah sebagai tempat top-up menggunkaan akad Qardh (pinjaman).
(e) Antara penerbit uang elektronik syariah dan merchant menggunakan akad ljarah (sewa barang/jasa) atas manfaat fasilitas media penjualan. (g) Ketika pengguna melakukan tarik tunai, menggunakan akad ljarah (sewa barang/jasa).
Kelima, hanya bermitra dengan merchant yang menjual produk yang halal. Bagi penerbit uang elektronik hanya mengizinkan produknya digunakan sebagai alat bayar kepada merchant yang hanya menjual produk halal. Bagi pengguna pun hanya menggunakan alat bayar tersebut untuk membeli produk yang halal.
sumber Republika