
Apakah Laporan Kinerja Sama Dengan Riya’?
Kramat49 News – Riya adalah bentuk syirik kecil yang dekat sekali dengan kehidupan manusia. Jika syirik besar terlihat ada sesuatu yang mengiringi seperti berhala, dukun, atau yang lain, riya tidak, ia hanya perbuatan hati yang tidak bisa dilihat manusia lain. Ditambah lagi riya dapat terjadi dalam setiap perbuatan manusia. Karenanya riya harus dihindari dengan meluruskan niat melakukan sesuatu karena Allah semata secara terus menerus agar tidak lupa.
Jika kita bekerja pada seseorang atau pemerintah atau sebuah organisasi seperti Persyarikatan Muhammadiyah umpamanya, lalu kita mencatat dan melaporkan semua yang kita lakukan, termasuk penggunaan uang dan fasilitas kantor, maka selagi niat kita ikhlas karena Allah, itu bukan termasuk riya atau pamer yang dilarang. Bahkan hal itu justru sesuatu yang perlu atau wajib kita lakukan. Hal ini karena dalam menjalankan sebuah organisasi itu ada prinsip-prinsip yang harus ditegakkan, yaitu antara lain prinsip amanah, prinsip tanggung jawab, prinsip akuntabilitas, dan prinsip transparansi.
Dalam melaksanakan tugas dalam sebuah organisasi, kita harus berlandaskan kepada prinsip amanah, yaitu menjalankan suatu tanggung jawab yang dipercayakan oleh pemberi amanah sebagaimana mestinya dan dengan cara yang sebaik-baiknya. Hal ini berdasarkan firman Allah:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa’: 58)
Selain itu, kita harus melaksanakan tugas dengan rasa tanggung jawab atas amanah yang diberikan. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَاْلإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ فِي أَهْلِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَاْلمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهِيَ مَسْؤُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا، وَاْلخَادِمُ فِي مَالِ سَيِّدِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ” (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Masing-masing kamu adalah penggembala dan bertanggung jawab atas gembalaannya. Seorang imam adalah penggembala dan ia bertanggung jawab atas gembalaannya. Seorang laki-laki adalah penggembala di dalam keluarganya dan ia bertanggung jawab atas gembalaannya. Seorang perempuan di dalam rumah suaminya adalah penggembala dan ia bertanggung jawab atas gembalaannya. Dan seorang pembantu di dalam harta tuannya adalah seorang penggembala dan ia bertanggung jawab atas gembalaannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Tugas yang dibebankan kepada kita harus dilaksanakan setelah ditetapkan secara jelas fungsi, kegiatan dan tugas yang harus dijalankan sesuai dengan arah dan tujuan yang ingin dicapai. Semua fungsi dan tugas harus ditangani oleh orang yang memiliki keahlian dan kompetensi yang sesuai dan ia harus bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi yang dituntunkan. Inilah yang disebut dengan prinsip akuntabilitas. Dasarnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا وُسِدَ اْلأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةُ. (رواه البخاري)
Artinya: “Ditiwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Jika sebuah urusan itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat (kehancuran).” (HR. Al-Bukhari)
Tambahan pula, tugas kita dalam sebuah organisasi hendaknya dilakukan secara transparan, terbuka dan tidak menutup-nutupi. Ini karena pelaksanaan tugas yang tidak transparan akan mendorong maraknya korupsi dan kolusi. Dalam hal ini Allah mengingatkan:
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 42)
Agar supaya prinsip akuntabilitas dan tansparansi ini dapat diterapkan, maka harus ada pencatatan atau pendokumentasian yang lengkap terhadap segala aktivitas yang dilakukan, termasuk penggunaan uang dan fasilitas kantor. Dasarnya antara lain adalah firman Allah Swt:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.” (QS. Al-Baqarah: 282)
Jadi ringkasnya, amal atau ibadah itu bisa dikategorikan menjadi dua; pertama: Amal atau ibadah yang kita pertanggung jawabkan kepada Allah saja, seperti contohnya, shalat, puasa, membaca al-Quran, bersedekah dan ibadah haji. Amal atau ibadah semacam ini harus kita kerjakan dengan niat ikhlas karena Allah. Kedua: Amal atau ibadah yang selain kita pertanggung jawabkan kepada Allah, kita pertanggung jawabkan juga kepada pihak lain. Contohnya, menjadi pegawai atau pekerja di pemerintah atau organisasi atau perusahaan. Amal atau ibadah semacam ini harus kita lakukan dengan niat ikhlas karena Allah dan harus kita pertanggungjawabkan kepada pihak yang memberi amanah sesuai dengan prinsip-prinsip Islam seperti prinsip amanah, prinsip tanggung jawab, prinsip akuntabilitas, dan prinsip transparansi.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa apa yang anda lakukan itu, selagi anda lakukan dengan niat ikhas karena Allah, bukan temasuk riya atau pamer yang dilarang dalam syariat Islam, tapi justru sesuatu yang dianjurkan atau bahkan diwajibkan. Semoga kita semua mampu menjaga keikhlasan dan amanah dalam beramal shalih meskipun banyak tantangan yang menghadang. Amin.
Allahu a’lam bishowwab