
Memori Perjalanan KH Ahmad Dahlan Sebelum Wafat
Kramat49-Jakarta, Sudah sangat banyak warga Muhammadiyah yang menuliskan tentang KH Ahmad Dahlan dari berbagai perspektif.
Sebagai pendiri organisasi Muhammadiyah, beliau telah membuktikan pada generasi dimasanya dan generasi masa depan mengenai ajaran Islam yang kontekstual dengan perkembangan zaman.
Hingga akhir hidupnya, Kiai Dahlan terus menjalankan dakwah dan membuka sekolah untuk membumikan islam moderat yang sejalan dengan perkembangan zaman. Berikut perjalanan KH Ahmad Dahlan sebelum wafat.
Dilansir dari muhammadiyah.or.id., Ketika organisasi Muhammadiyah berdiri pada 18 November 1912, terdapat delapan pengurusnya yang tercatat sebagai pengurus organisasi ini.
Mereka diantaranya: KH. Ahmad Dahlan (Ketua Umum), Abd Siratj (Sekretaris), dan anggotanya: Haji Akhmad, H. Abdurrahman, R. Haji Sarkawi, H. Muhammad, R.H. Jaelani, H. Anies, dan H. Muhammad Hakih.
Kemudian menjelang wafatnya Kiai Dahlan pada 23 Februari 1923, organisasi ini telah berusia 10 tahun dan memperluas perannya di beberapa Karesidenan saat itu, seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan.
Baca Juga: Memori Tentang KH Ahmad Dahlan di Majalah Pandji Masjarakat
Dalam buku “Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Tengah” yang terbit tahun 1977, Sepanjang tahun 1922 Kiai Dahlan tercatat telah mengunjungi beberapa untuk meresmikan beberapa gedung sekolah dan membuka rapat oragnisasi.
Agenda dakwah sepanjang tahun 1922 antara lain: pada 7 Januari 1922 membuka rapat Muhammadiyah di kota Banyuwangi, Jawa Timur; pada 25 Januari 1922 bersama Muhammad Kusnie dan R.M Prawirowiworo, pergi ke Surakarta untuk mengesahkan pendirian Muhammadiyah Cabang Surakarta.
Kemudian, pada 28 Januari 1922 bersama Haji Fakhruddin dan M. Abdullah pergi ke Betawi (Jakarta) untuk mengadakan propaganda bagi pendirian sebuah sekolah guru agama Islam; pada 30 Januari 1922 bersama Haji Fakhruddin dan M. Abdullah pergi ke Probolinggo, Jawa Timur untuk menyerahkan ijazah kepada ulama-ulama di sana.
Selanjutnya, pada 14 juni 1922 pergi ke Nganjuk, Jawa Timur untuk menghadiri rapat ulama; pada 8 Juli 1922 bersama M. Abdullah melanjutkan pimpinan rumah tangga Muhammadiyah Cabang Kepanjon.
Disambung pada 6 Agustus 1922 bersama dengan M. Ng Joyosugito dan Muhammad Usnie membuka pengajaran agama Islam di sekolah Hogere Kweekschool voor Indlandsche Onderwijzers (sekolah guru tinggi untuk bumi putera) di Purworejo, Jawa Tengah; serta pada 7 Agustus 1922 bersama H. Sisyam membantu usaha pendirian sekolah agama Islam di Kepajen.
Baca Juga: Kiai dan Nyai Ahmad Dahlan Sosok Pejuang yang Tidak Retak Ucapan dan Tindakan
Berikutnya, pada 9 September 1922 pergi ke Pekalongan dan Pekajangan untuk menggiatkan pengajian Muhammadiyah; pada 12 September 1922 melangsungkan tabligh akbar dalam rapat umum Sarekat Islam di Bangil; pada 21 September 1922 bersama R.M Prawirowiworo pergi mengurus pengajaran agama Islam di HKS Purworedjo yang dihentikan oleh Regent (Bupati)
Dilanjutkan pada 4 November 1922 memimpin rapat akbar yang diselenggarakan R.M Dirjo (penghulu landraad) di Purwokerto. Selain itu, KH Ahmad Dahlan juga membuka pengajaran agama Islam di Osvia Magelang bersama M. Ng. Joyosugito; pada 14 November 1922 memimpin rapat Muhammadiyah di Salam, Magelang.
Serta pada 18 November 1922 bersama M. Ng. Joyosugito menghadiri rapat ulang tahun ke-10 Muhammadiyah di Solo; pada 23 November 1922 mengadakan rapat agama Islam dalam Perkumpulan Daerah Dalem di Surakarta; pada 29 November 1922 menyambangi di Tosari untuk berdakwah dan membantu pendirian sebuah masjid di sana.
Pada tahun-tahun terakhir menjelang wafat, Kiai Dahlan tetap bersemangat untuk aktif menyemai benih ideologi islam moderat yang sejalan dengan perkembangan zaman. Karena Islam yang rahmatan lil alamin adalah Islam yang dapat bertumbuh bersama zaman yang terus berganti.(*)