Sibuk Debat di Medsos, Kapan Terakhir Kali Kamu Baca Al Quran?
KRAMAT49 NEWS, YOGYAKARTA—Kesungguhan umat Islam dalam memelihara Al Qur’an tidak perlu diragukan lagi. Betapa tidak, Al-Qur’an dibaca dan diperdengarkan dalam berbagai situasi sehari-hari: dalam salat wajib dan sunah, dalam khutbah, dalam pelajaran agama, dalam kajian ilmiah, dan sebagainya. Upaya tersebut sudah dilakukan bahkan semenjak Al-Qur’an itu diturunkan di masa Nabi SAW. Hal inilah yang membuat Al-Qur’an menjadi satu-satunya kitab suci yang paling otentik.
Akan tetapi, coba tanya pada diri sendiri: kapan terakhir kali membaca al Quran secara mandiri, emosional, dan sentimentil? Jika kesibukan dalam menjalani hidup menjadi alasan untuk tidak baca Al-Qur’an, maka sampai kapan pun tidak akan ada waktu untuk membuka lembarannya. Baca Al-Qur’an itu memang perlu meluangkan waktu, bukan semata-mata mencari waktu luang.
Secara umum, kewajiban membaca Al-Qur’an ini masuk di dalam perintah membaca (QS. Al-`Alaq: 1). Bahkan diterangkan dalam hadis Nabi Saw bahwa pahala yang diberikan Allah pada yang membacanya tak terletak pada lafaz atau ayat dan kalimat, melainkan untuk setiap huruf yang dibaca, sehingga bisa dibayangkan betapa besar pahalanya bagi orang yang membaca kitab suci ini dengan ikhlas, lebih-lebih kalau di bulan suci Ramadan.
Allah Swt juga memberikan keutamaan kepada hambaNya yang terbata-bata membaca Al-Qur’an. Rasulullah Saw bersabda, “Orang yang ahli dalam Al-Qur’an akan berada bersama malaikat pencatat yang mulia lagi benar, dan orang terbata-bata membaca Alquran sedang ia bersusah payah (mempelajarinya), maka baginya pahala dua kali” (HR Bukhari).
Karenanya, umat Islam harus mewujudkan masyarakat bebas buta huruf baca Al-Qur’an. Salah satu caranya ialah memberikan penghargaan berupa hadiah sebagaimana dalam tradisi khataman Quran. Dalam Fatwa Tarjih yang tertera di laman Fatwatarjih.or.id disebutkan bahwa umat Islam dibolehkan melakukan seremonial khataman Al-Quran sebagai ungkapan rasa syukur sekaligus motivasi membaca Kitab Suci Tersebut. Dengan syarat tidak perlu berlebih-lebihan dan jauh dari rasa riya’.
sumber Muhammadiyah