Khazanah

Samaun Bakri: Wartawan Muhammadiyah yang Gugur Dalam Tugas

Kramat49-Jakarta, Sangat banyak tokoh Muhammadiyah yang turut andil pada masa kemerdekaan Republik Indonesia.

Sebagian diantara mereka sudah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Namun, masih ada diantara mereka yang namanya saja masih terdengar asing bagi generasi saat ini.

Dalam dunia pewarta, ternyata ada salah satu tokoh Muhammadiyah yang bergerak sebagai wartawan dan gugur saat menjalankan tugasnya. Beliau adalah Samaun Bakri.

Dilansir dari muhammadiyah.or.id., Samaun Bakri adalah putra kelahiran Nagari Kurai Taji, Nan Sabaris, Padang Pariaman, Sumatra Barat, 28 April 1908. Kakeknya dari garis ayah adalah Bagindo Tan Labiah, seorang hulubalang dari Tuanku Imam Bonjol.

Perjuangan Samaun melalui media massa dimulai dengan menjadi wartawan surat kabar Persamaan pada tahun 1929.

Melalui media massa tersebut, Samaun kerap mengkritik kebijakan pemerintah kolonial. Samaun lantas pindah ke Bengkulu bersama istri dan anaknya. Di Bengkulu, Samaun berprofesi sebagai redaksi di Koran Sasaran.

Baca Juga: Memori Tentang KH Ahmad Dahlan di Majalah Pandji Masjarakat

Di surat kabar itu, pria kelahiran Padang Pariaman ini kerap mengkritik petinggi adat Bengkulu seperti Demang, Asisten Demang, Pasirah, dan Depati yang menyusahkan rakyat dengan menjadi kaki tangan pemerintah Hindia Belanda.

Pemerintah akhirnya mengeluarkan persdelict atau surat peringatan kepada Surat Kabar Sasaran. Persdelict ini nampaknya sukses meredam sentimen Samaun.

Dia lantas membesarkan Surat Kabar Persatoean dan Surat Kabar Penaboer dan lebih banyak meliput kegiatan Soekarno selama di Bengkulu pada tahun 1938.

Di Bengkulu, Samaun aktif sebagai anggota Muhammadiyah dan sering bertablig ke berbagai daerah. Samaun juga menjadi anggota Konsul Muhammadiyah Bengkulu sesuai keputusan Muhammadiyah Pusat setelah Konferensi Daerah ke-IX Muhammadiyah Bengkulu tanggal 25-28 Maret 1937. Dia juga menjabat Wakil Majelis Pemuda Muhammadiyah (WMPM) regional Bengkulu.

Ketika tempat pengasingan Soekarno dipindahkan ke Bengkulu dari Ende, Nusa Tenggara, pada 14 Februari 1938, Samaun ditugaskan oleh Muhammadiyah sebagai pimpinan penjemputan.

Baca Juga: Ada Apa Dibalik Nama Hamka ?

Saat mengalami Agresi Militer Belanda, pelabuhan di wilayah Republik Indonesia diblokade oleh Belanda.

Pada Masa itu, Indonesia hanya memiliki sejumlah pesawat peninggalan Jepang yang hanya memiliki satu mesin untuk dua penumpang untuk kebutuhan latihan dan penerbangan jarak pendek.

Keadaan ini mempersulit posisi Indonesia. Akhirnya seorang pilot berkebangsaan Amerika, Bobby Earl Freeberg yang berempati pada perjuangan nasional membeli pesawat Douglas C-47 pada 6 Juni 1947.

Memiliki nomor registrasi RI002, pesawat Douglas C-47 itu menjadi pesawat pertama Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Bobby bersama R1002 melakukan banyak misi bagi AURI saat itu.

Keadaan Indonesia yang kekurangan pesawat ini menginisiasi Presiden Soekarno untuk membeli pesawat baru. Soekarno lantas menugaskan Bobby bersama Samaun yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Bupati) Banten untuk membeli pesawat udara dari Negara India.

Sebelum berangkat ke India, tugas pertama adalah mengambil 20 kg emas dari pertambangan Cikotok, Banten sebagai alat pembayaran.

Baca Juga: Ternyata Ada Tokoh Muhammadiyah yang Mendapat Gelar Mayor Jenderal Tituler Loh, Cek Disini Sosoknya!

Dari lapangan udara Gorda, Serang, RI002 terbang menuju Tanjung Karang, Lampung. Setelah tiba di Tanjung Karang, RI002 menuju Bukittinggi sebelum ke India. Namun nahas, pesawat ini rusak dan jatuh di tengah hutan di wilayah Lampung Tengah pada 1 Oktober 1948.

Tidak ada yang mengetahui kabar nasib rombongan ini. Hingga 30 tahun kemudian, tepatnya pada 7 atau 14 April 1978, dua orang pencari rotan di Bukit Punggur, Lampung, melaporkan penemuan bangkai pesawat RI002 beserta semua kerangka jenazah penumpang dan awak pesawat, kecuali kerangka Bobby Earl Freeberg kepada Pemerintah Lampung Tengah.

Tiga bulan kemudian, Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal Udara Ashadi Thahjadi mengumumkan bahwa kru dan penumpang RI002 telah gugur dalam melakukan tugasnya untuk Republik Indonesia saat berusaha menembus blokade Belanda.

Kru Indonesia RI002 dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Tanjung Karang pada 29 Juli 1978, sedangkan letak makam Bobby Freeberg tidak diketahui. Pada tahun 2002 mendiang Samaun Bakri dianugerahi penghargaan Bintang Mahaputra Utama oleh pemerintah Indonesia.

Untuk mengenang jasa-jasa dan perjuangannya, anaknya Fuad S. Bakri bersama Teguh Wiyono menulis buku dengan judul Samaun Bakri, Sang Jurnalis dan Misteri Jatuhnya RI 002. Buku yang diterbitkan oleh Rajawali Konsultan itu diluncurkan pada 20 September 2014 di Museum Teks Proklamasi, Jakarta.(*)

Related Articles

Back to top button