
KH Hisyam, Peletak Dasar Pendidikan Muhammadiyah
Kramat49-Jakarta, Persyarikatan Muhammadiyah sudah umum dikenal melalui dakwah sosialnya dengan mendirikan banyak sekolah, rumah sakit, dan lembaga sosial.
Dilansir dari muhammadiyah.or.id., merujuk pada data Majelis Diktilitbang Pimpinan Pusat Muhammadiyah Januari 2023, pada bidang pendidikan tinggi saja Muhammadiyah telah memiliki 170 Perguruan Tinggi (82 diantaranya berbentuk universitas) yang tersebar di seluruh Indonesia serta satu di Malaysia.
Di balik keberhasilan Muhammadiyah membangun pendidikan tinggi, ternyata ada sosok seorang murid Kiai Haji Ahmad Dahlan, yaitu Kiai Hisyam bin Haji Hoesni. Pada sosok inilah, pondasi pembangunan sumber daya manusia Indonesia melalui bidang pendidikan tinggi bermula.
Fokus Kiai Dahlan dalam membangun pelayanan sosial-kemanusiaan, terutama pendidikan dapat dikatakan beruntung karena sejak masa paling awal mendirikan Muhammadiyah beliau ditemani oleh salah seorang muridnya yang terkenal cermat, teliti dan akuntabel.
Muridnya adalah Hisyam bin Haji Hoesni, putra seorang wedana kelahiran Kauman, 10 November 1883.
Baca Juga: Ciri Pelayanan Kesehatan Berkemajuan, Tak Pernah Memandang Status Sosial
Dalam catatan sejarah, Kiai Hisyam turut menemani perjuangan Kiai Dahlan dalam meraih legalitas pendirian organisasi Muhammadiyah dari pemerintah Hindia Belanda.
Bersama H. Abdul Ghani, H.M. Syudja’, H.M. Fachruddin dan H.M. Tamimy, Kiai Hisyam ditunjuk oleh Kiai Dahlan untuk menjadi anggota Boedi Oetomo sebagai langkah paling awal dalam meraih dukungan formal pendirian Muhammadiyah.
Dalam buku Muhammadiyah 100 Tahun Menyinari Negeri tahun 2013, Kiai Hisyam sendiri merupakan seorang pengusaha Batik dan abdi dalem keraton Yogyakarta.
Beliau tercatat menjadi anggota redaksi Majalah Suara Muhammadiyah bersama Kiai Dahlan, R.H. Djalil, M. Siradj, Soemodirdjo, Djojosugito dan R.H. Hadjid, di bawah pimpinan H. Fachruddin, demikian tercatat dalam .
Pada Rapat Anggota Muhammadiyah tanggal 17 Juli 1920 di Gedung Pengurus Utama (Hoofdbestuur) Muhammadiyah Kauman, Yogyakarta, Kiai Dahlan membentuk empat departemen pertama di Muhammadiyah beserta pemangku amanahnya.
Empat departemen tersebut terdiri dari: Bagian Tabligh yang diketuai oleh Haji Fachruddin, Bagian Taman Pustaka dengan Haji Mochtar, Bagian Penolong Kesengsaraan Oemoem dengan Haji Syujak dan Bagian Sekolahan dengan Kyai Hisyam.
Baca Juga: Muhammadiyah Besar Melalui Dakwah Sosial, Gubernur Jakarta: Semua Orang Butuh Itu
Memperoleh amanah di bidang sekolahan, Kiai Hisyam saat itu langsung menyampaikan visinya terkait target memajukan pendidikan bangsa dan pendidikan Muhammadiyah di masa depan.
Pada tahun pertama berdirinya Muhammadiyah hingga satu dekade awal, Muhammadiyah telah memiliki puluhan sekolah. Ketika Kiai Hisyam memegang Bagian Sekolahan, pertumbuhan sekolah Muhammadiyah berkembang hingga berpuluh kali lipat.
Dalam usahanya mewujudkan ikrar yang telah dibacakan di depan pengurus Muhammadiyah, Kiai Hisyam dibantu Sosrosoegondo dan Djojosoegito mulai membangun sekolah Muhammadiyah sesuai dengan pembacaan Kiai Dahlan terhadap tantangan zaman.
Muhammadiyah membuka sekolah dasar tiga tahun (volkschool) desa dengan persyaratan dan kurikulum sebagaimana volkschool gubernemen. Setelah itu Muhammadiyah membuka vervolgschool sekolah sambungan untuk Sekolah Rakyat.
Ketika Belanda membuka standaardschool enam tahun, maka Muhammadiyah menirunya pula. Termasuk menyamai usaha para misionari Katolik pada sekolah Al Kitab, Hollands Indlandse School met de Bijbel dengan sekolah Al-Qur’an Hollands Inlandse School met de Qur’an milik Muhammadiyah.
Menariknya bahasa pengantar yang digunakan pada sekolah Muhammadiyah tersebut adalah bahasa Belanda. Hal ini berbeda dengan kebanyakan Sekolah Ongko Loro (kelas dua) yang disediakan oleh Belanda untuk warga desa dengan memakai pengantar bahasa daerah setempat.
12 tahun menjabat Bagian Sekolahan, Mawardi (1977) mencatat bahwa di akhir masa kepemimpinan Kiai Hisyam di Bagian Sekolahan pada 1932, Muhammadiyah telah memiliki 103 Volkschool, 47 Standaardschool, 69 HIS dan 25 Schakelschool.
Setelah berhasil meletakkan batu pijakan bagi pengembangan sekolah Muhammadiyah di Bagian Sekolahan, Kiai Hisyam terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Muhammadiyah ke-3 pada 1932-1936.
Atas prestasinya tersebut, pemerintah Belanda merasa terbantu. Kiai Hisyam pun mendapat penghargaan Bintang Jasa dari Kerajaan Belanda bernama Ridder van Oranje Nassau.
Gelar tersebut merupakan gelar ksatria atas jasa/kiprah signifikan pada kehidupan sosial di tingkat regional atau nasional. (*)