
Muhammadiyah dalam Seni dan Budaya
Kramat49-Yogyakarta, Kesenian sejatinya hadir sebagai salah satu dari tujuh unsur pembentuk kebudayaan dalam pandangan Kuntjoroningrat. Terbentuknya sebuah kelompok masyarakat niscaya memiliki kesenian yang turut menjadi ciri dari kelompok tersebut.
Hal serupa berlaku dalam Muhammadiyah. Sejatinya warga Muhammadiyah tidak dibatasi untuk beraktivitas dalam berkesenian dalam bentuk apapun.
Dilansir dari muhammadiyah.or.id., Walaupun Majelis Tarjih dan Tajdid telah memfatwakan bahwa aktivitas seni dan budaya tergolong mubah, akan tetapi bukan berarti membatasi kegiatan yang bersinggungan dengan seni dan budaya
Pada kegiatan GSM ‘Aisyiyah Jawa Barat yang diselenggarakan secara daring pada Senin, (14/4), Ketua Lembaga Budaya, Seni dan Olahraga (LBSO) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Wiwied Widyastuti menyampaikan, dalam lingkungan ‘Aisyiyah sendiri masih banyak persepsi yang muncul terkait masalah seni dan budaya.
Menurutnya, pandangan itu menjadi warna yang perlu dilihat secara objektif. Jika persoalan tersebut terus diperuncing, akan mengantarkan pada perdebatan yang memicu perpecahan.
“Ketika ‘Aisyiyah berbicara tentang seni dan budaya ini, ada banyak hal yang memang kemudian harus kita samakan,” katanya.
Baca Juga: Islam dan Pembiasaan Bersikap Sewajarnya
Ketua LSBO PP Muhammadiyah ini menuturkan, munculnya kritik terhadap seni dan budaya yang diberikan seringkali tidak konstruktif.
Bahkan tidak sedikit nyatanya kritik tersebut disampaikan oleh mereka yang belum membaca atau memahami dokumen-dokumen keputusan organisasi.
Sebab itu, Wiwied mengajak warga Muhammadiyah untuk kembali membaca pelbagai produk hukum yang dihasilkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Termasuk, perihal persoalan seni dan budaya.
Sejatinya, Muhammadiyah tidak mengharamkan secara mutlak seni dan budaya. Bahkan, Muhammadiyah sendiri memiliki dokumen tentang dakwah kultural yang dihasilkan pada Sidang Tanwir Muhammadiyah di Bali pada 2002.
“Di Muhammadiyah sendiri ada strategi kebudayaan Muhammadiyah. Ini yang kemudian harus kita garis bawahi bahwa Muhammadiyah dalam menyikapi kebudayaan itu menyatukan dua dimensi, yaitu dimensi ajaran kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah dan dimensi ijtihad sosial keagamaan,” ungkapnya.
Baca Juga: UMM Championship Ajang Bangkitnya Kreativitas Mahasiswa Antar Kampus
Namun, terdapat beberapa rambu yang harus diperhatikan dalam menciptakan dan menikmati seni dan budaya.
Rambu tersebut perlu diperhatikan semata guna menghindari fasad atau berbuat kerusakan, darar atau membahayakan, ‘isyan atau kedurhakaan, dan ba’id ‘anillah atau menjauhkan diri dari Allah Swt.
Menurut Wiwied Widyastuti, jika unsur-unsur tersebut ditemukan dalam produk seni dan budaya, maka sifat mubahnya menjadi hilang. Karena keempat unsur itu dapat mendekonstruksi hukum mubah menjadi dilarang.(*)