Nasional

Hangatnya Silaturahmi di Bulan Syawal, Haedar Nashir: Pentingnya Menghayati Makna Ibadah

Kramat49–Yogyakarta, Idulfitri telah usai dan masyarakat kembali beraktivitas dan menjalankan ibadah di bulan syawal 1446 H ini. Pada bulan tersebut juga aktivitas kembali berjalan normal dengan diawali oleh menyambung silaturahmi dalam acara halal bihalal.

Dilansir dari muhammadiyah.or.id., dalam Silaturahmi Idulfitri 1446 PP Muhammadiyah bertempat di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta pada, Sabtu (12/4), Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan, silaturahmi adalah sumber energi baru untuk beramal.

“Bagaimana kita setelah puasa, setelah idulfitri berkiprah lebih intens lagi dan menggerakan Muhammadiyah-‘Aisyiyah itu lebih maju lagi sehingga Syawal sebagai bulan berburu amal itu makin menunjukkan peningkatan kualitas kita,” ujarnya.

Menurutnya, bangsa Indonesia dan umat islam Indonesia termasuk Muhammadiyah memiliki kekayaan tradisi dan budaya.

“Dalam silaturahmi ini sebenarnya tidak lebih dari aktivitas ibadah baik idulfitri yang paling dekat maupun puasa ramadan dengan seluruh ibadahnya. Sehingga syawalan kita dan idulfitri kita itu tentu terkait dengan ibadah-ibadah kita tentu memerlukan penghayatan makna yang mendalam sekaligus juga transformasi nilai dari ibadah itu sehingga berfungsi untuk menggerakan energi baru dalam ber-Muhammadiyah,” tuturnya.

Baca Juga: Allah Meninggikan Derajat Orang yang Beriman dan Berilmu

Ketua Umum PP Muhammadiyah menilai, aspek tradisi atau budaya silaturahmi di bulan Syawal tidak lepas dari spirit ajaran Islam. Bahkan aktivitas ini terkait dengan seluruh capaian ibadah.

“Baik dalam konteks ibadah maupun dalam silaturahmi, kalau kita hitung-hitung sudah berapa kali dalam setiap tahun kita ini beribadah puasa dan selalu mengangkat tema takwa sebagai hasil dari proses puasa dan ibadah-ibadah lain. Dan berapa kali pula kita bersyawalan, bersilaturahmi sebagai aktivitas keagamaan yang semau itu berbekas pada diri kita untuk melakukan proses transformasi yang melahirkan energi baru tadi,” katanya.

Selain itu, menurutnya, apabila berjalan di tempat, itu berarti status quo, tidak ada kemajuan. Namun kalau ada perubahan yang signifikan tanpa harus dihitung kuantifikasi, merupakan pertanda bahwa puasa dan silaturahmi kita dengan seluruh kaitan ibadah lainnya telah berkemajuan atau tidak.

“Disitulah pentingnya kita menghayati seluruh makna yang terkait dengan ibadah maupun silaturahmi,” imbuhnya.

Dalam kesempatan tersebut, turut dijelaskan bahwa menghubungkan persaudaraan baik senasab maupun di luar nasab merupakan panggilan kerahmatan. Tujuannya tidak lain untuk menyebar nilai-nilai luhur dalam diri dan hasil penghayatan keislaman untuk menjadi rahmatan lil alamin.(*)

Related Articles

Back to top button