
Takwa Menurut Syafii Maarif
Kramat49, Kala kita membaca tulisan-tulisan Buya Syafii Maarif, terdapat beberapa tulisan yang membahas tentang makna ketakwaan. Rangkaia kata demi kata yang mengulas makna ketakwaan itu tidak jarang membuat kita termenung.
Seperti yang sudah diketahui, takwa merupakan salah satu konsep kunci dalam Al-Quran di samping iman dan Islam. Tidak kurang 242 kali konsep itu dalam berbagai bentuk dapat dilacak didalamnya.
Takwa juga dapat dimaknai dengan memiliki kesadaran yang mendalam dan otentik bahwa Allah Swt. selalu mengawasi kita sepanjang waktu. Kehadiran-Nya dalam setiap laku aktivitas manusia mengandung implikasi agar mereka berjalan di atas rel yang benar dan lurus.
Menurut Buya Syafii Maarif, berlaku adil terhadap orang yang kita benci jelas tak mudah, tetapi justru di sini letaknya agar ego manusia itu harus ditundukkan kepada perintah Allah Swt. Jangan dibiarkan kepentingan ego itu menjadi ukuran untuk tak bersikap adil.
Baca Juga: Takwa Sebagai Tali Pedoman Hidup
Jeritan terhadap tegaknya keadilan merupakan tuntutan abadi seluruh umat manusia apa pun agamanya di mana pun mereka berada. Maka, doktrin tauhid (mengesakan Allah) pasti menuntut tegaknya keadilan di bumi.
Indikator seseorang sedang dalam perjalanan takwa menurut Buya Syafii Maarif terdapat dalam QS. Ali Imran ayat 133-136, yaitu: pertama, orang yang memberikan infaq disaat lapang dan sempit; kedua, orang-orang yang mampu mengendalikan amarah dan bersedia dengan tulus memaafkan orang lain.
Lalu yang ketiga, mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan; dan keempat, orang yang selalu memohon ampunan kepada Allah atas segala dosa-dosanya.
Kalau disimak secara baik-baik, rasanya kita sendiri belum pernah memiliki indikator itu secara utuh dan sempurna. Tidak sedikita diantara kita yang sedang berkekurangan materi, selalu merasa sempit, dan alasan lain yang dirangkai menjadi alasan untuk tidak berinfak.
Baca Juga: Keistimewaan Orang Bertakwa
Tidak sedikit juga diantara kita yang sulit mengontrol amarah, bahkan sampai memaki seseorang di sosial media ketika terlibat dalam adu argumen. Bahkan dalam hati kadang ada rasa benci pada seseorang yang selalu berbuat baik.
Setelah membaca dan mendalami kajian analisis tentang takwa yang disampaikan oleh Buya Syafii, kita dapat merefleksikan diri bahwa masih ada diantara kita merasa perjalanan takwa belum beranjak jauh atau mungkin tak bergerak kemana-mana.
Pada akhirnya, kita dapat menilai bahwa untuk menjadi manusia yang bertakwa, perlu pergumulan spiritual yang terus menerus tanpa henti.
Karena itu, takwa bukanlah sebuah tujuan, melainkan sebuah perjalanan panjang yang kita lalui sepanjang hidup. Selama jantung berdetak, takwa merupakan jalan kehidupan spiritual yang dimaknai sebagai rasa takut dari yang ditakuti.(*)